Kisah Seorang Nenek Hidup Menyendiri di Tengah Hutan Bertahun-Tahun

                                  sumber gambar : merdeka.com
Kisah ini benar-benar terjadi. Potret kemiskinan ini terekam di Kabupaten Jembrana, sebuah daerah di ujung barat Pulau Bali, Jembrana. Ni Nengah Sukemi (52), seorang lansia menjalani kehidupannya penuh keprihatinan.

Janda satu anak ini tinggal di pinggir hutan lindung Jembrana tepatnya di wilayah Banjar Arca, Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan. Oleh warga kampung tersebut, nenek ini dikenal sebagai 'Janda Hutan', ada pula yang menyebutnya 'Manusia Kebun.'

Sukemi sejak satu setengah tahun tinggal seorang diri di perkebunan milik orang yang berbatasan dengan hutan lindung. Hanya gubuk reyot yang melindungi tubuh rentanya ditemani anjing bengil peliharaannya. Di kebun yang berjarak belasan kilo dari pemukiman penduduk ini, Sukemi mendirikan gubuk yang terbuat dari batang kayu kamal, berdinding gedeng usang dan bekas kertas semen serta beratap asbes bekas.

Untuk penerangan, dia hanya menggunakan lampu senter. Sedangkan untuk buang air besar dia memanfaatkan saluran irigasi yang mengalir di dekat gubuknya. Air di saluran irigasi itu juga dia manfaatkan untuk mandi, memasak dan mencuci. Meskipun kadang-kadang keruh karena hujan turun.

Lebih miris lagi, janda tua ini adalah penduduk desa adat setempat yang harus menjalani hidup miskin di daerahnya sendiri.

Merdeka.com harus menempuh jarak belasan kilometer untuk sampai ke rumah Sukemi. Medan yang ditempuh tak mudah, dipenuhi semak, licin serta terjal. Hanya bisa dilewati dengan jalan kaki.

"Dulu saya tinggal berdua di gubuk ini bersama anak perempuan saya. Tapi setahun lalu anak saya menikah dan sekarang tinggal jauh dengan suaminya," tuturnya lirih saat ditemui wartawan, Senin (19/12).

Demi bertahan hidup, Sukemi yang bersuamikan almarhum Anak Agung Bumin Jaya ini setiap harinya membuat Tamas (sarana upacara Hindu dari daun kelapa). Setiap hari, tamas buatannya dijual kepada pengepul. Penghasilannya per hari paling banyak Rp 10 ribu.

"Saya pernah ke kantor desa minta bantuan dibangunkan gubuk seadanya saja. Tapi itu tidak bisa, karena saya tidak punya tanah di desa saya ini," tuturnya. Dia hanya bisa pasrah serta berserah kepada Tuhan dengan takdir hidup yang dijalaninya. Perbekel (kepala dusun) Pulukan, I Wayan Armawa dikonfirmasi mengatakan bahwa warganya itu masuk sebagai salah satu warga kurang mampu dan tercatat dalam buku merah.

Karena menumpang di tanah milik orang lain dan belum ada persetujuan dari pemilik tanah yang ditempatinya bantuan bedah rumah belum bisa diberikan kepada yang bersangkutan.

"Tapi untuk raskin tiap bulan tetap kami berikan karena dia memang layak menerimanya," tutup Arnawa.

Sumber : Merdeka.com

Load disqus comments

0 comments